KUALA LUMPUR, MALAYSIA – Media OutReach Newswire – Seiring dengan semakin dekatnya pemilihan presiden AS, pasar keuangan global bersiap untuk menghadapi potensi gejolak. Broker global Octa melihat korelasi historis antara pemilihan umum AS dan saham, emas, dan dolar AS.
Ekonomi
Hubungan antara afiliasi partai para presiden AS dan pertumbuhan ekonomi telah menjadi topik penelitian dan perdebatan yang luas. Secara historis, beberapa penelitian menunjukkan adanya korelasi antara partai yang berkuasa dan kinerja ekonomi. Misalnya, data dari era pasca-Perang Dunia II sering menunjukkan bahwa ekonomi AS tumbuh lebih cepat di bawah presiden dari Partai Demokrat daripada presiden dari Partai Republik. Namun, korelasi ini tidak selalu menyiratkan hubungan sebab-akibat.
“Pertumbuhan ekonomi adalah fungsi dari berbagai variabel, termasuk kondisi ekonomi global, kemajuan teknologi, kebijakan fiskal dan moneter, serta kejadian-kejadian yang tidak terduga seperti bencana alam atau pandemi. Oleh karena itu, mengaitkan kinerja ekonomi semata-mata dengan afiliasi partai presiden bisa jadi terlalu menyederhanakan dan berpotensi menyesatkan,” ungkap Kar Yong Ang, analis Octa, dalam rilisnya, Kamis (29/8/2024).
Tentu saja, cabang legislatif juga memainkan peran penting dalam membentuk kebijakan ekonomi. Kemampuan presiden untuk mengimplementasikan agenda ekonomi mereka sering kali bergantung pada komposisi Kongres. Contohnya, presiden yang menghadapi pemerintahan yang terpecah mungkin akan kesulitan meloloskan reformasi ekonomi yang signifikan, terlepas dari afiliasi partainya.
Namun, ada kepercayaan luas bahwa pemerintahan Demokrat cenderung lebih fokus pada stimulus fiskal dan program-program kesejahteraan sosial, yang dapat meningkatkan belanja konsumen dan pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek. Di sisi lain, pemerintahan Partai Republik sering menekankan pemotongan pajak dan deregulasi, yang dapat menstimulasi investasi bisnis dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Pada saat yang sama, peristiwa buruk dan baik terjadi, terlepas dari siapa pun yang berada di Gedung Putih. “Sejujurnya, terkadang hanya keberuntungan yang menentukan rekam jejak Presiden dalam bidang ekonomi. Sebagai contoh, Obama memasuki Gedung Putih ketika ekonomi AS baru saja akan mulai pulih setelah krisis keuangan besar pada 2007-2008, sedangkan Trump dapat dikatakan kurang beruntung karena dia menghadapi krisis Covid yang belum pernah terjadi sebelumnya selama tahun terakhir masa kepresidenannya, “kata Kar Yong Ang, analis Octa. Secara keseluruhan, dilihat dari indikator makro historis, tidak ada kesimpulan yang pasti mengenai presiden mana yang lebih baik untuk perekonomian.
Saham AS
Saham AS cenderung mengalami peningkatan volatilitas pada bulan-bulan menjelang pemilu. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh ketidakpastian seputar potensi perubahan kebijakan yang dapat memengaruhi perdagangan internasional, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas geopolitik. Oleh karena itu, para pelaku pasar sering kali bersikap ‘wait and see’, menunda keputusan investasi besar hingga hasil pemilu jelas. Secara historis, pasar saham cenderung berkinerja lebih baik pada tahun setelah pemilu, terutama jika partai petahana menang, karena hal ini menunjukkan kesinambungan kebijakan.
Meskipun pemilu dapat menimbulkan reaksi langsung, data historis menunjukkan bahwa dampak jangka panjangnya terhadap pasar keuangan cenderung terbatas. Performa pasar dalam jangka menengah dan panjang lebih sering dipengaruhi oleh parameter ekonomi yang lebih luas seperti tren inflasi daripada siapa yang memenangkan pemilu.
Secara historis, sektor-sektor seperti layanan kesehatan, energi, teknologi, dan keuangan bereaksi secara berbeda terhadap hasil pemilu karena sensitivitas mereka terhadap perubahan legislatif. Pemilu AS tahun 2016 menjadi contoh penting bagaimana pasar bereaksi kuat terhadap hasil pemilu, mengantisipasi pemotongan pajak dan reformasi regulasi yang mendorong sentimen pasar.
Dolar AS
Persepsi domestik dan internasional mengenai kebijakan ekonomi para kandidat mempengaruhi performa Dolar AS selama tahun-tahun pemilu. Kandidat yang dianggap konservatif secara fiskal dapat memperkuat dolar karena ekspektasi pengurangan pengeluaran pemerintah dan inflasi yang lebih rendah. Sebaliknya, kandidat yang mendukung kebijakan fiskal ekspansif dapat menyebabkan pelemahan dolar karena kekhawatiran akan peningkatan utang.
Kebijakan-kebijakan perdagangan adalah faktor penting lainnya. Kandidat dengan sikap proteksionis mungkin akan memberlakukan tarif atau menegosiasikan ulang kesepakatan perdagangan, yang dapat memengaruhi nilai dolar. Kebijakan proteksionis dapat menyebabkan dolar menguat dalam jangka pendek karena berkurangnya impor, tetapi juga dapat mengakibatkan tindakan pembalasan dari mitra dagang, yang dapat melemahkan dolar dalam jangka panjang.
Stabilitas geopolitik dan hubungan luar negeri adalah aspek tambahan yang dapat mempengaruhi dolar selama periode pemilu. Kandidat yang dianggap lebih stabil dan dapat diprediksi dalam kebijakan luar negeri dapat meningkatkan kepercayaan investor, yang mengarah ke dolar yang lebih kuat. Di sisi lain, kandidat yang kebijakannya dianggap berpotensi mendestabilisasi dapat menyebabkan dolar lebih lemah karena investor mencari aset alternatif.
Selama 20 tahun terakhir, Indeks Dolar AS (DXY) berkinerja lebih baik di bawah Presiden Demokrat dan memiliki hasil negatif di bawah kepemimpinan Partai Republik. Namun, seperti halnya indeks saham AS, sangat penting untuk tidak menyederhanakan tren ini secara berlebihan. Dolar AS adalah mata uang cadangan global yang dipengaruhi oleh berbagai faktor di luar kebijakan presiden.
Emas
Emas, yang dianggap sebagai aset safe haven, biasanya mengalami peningkatan permintaan selama periode pemilihan umum yang ditandai dengan ketidakpastian. Data historis menunjukkan bahwa pada tingkat mikro, harga emas cenderung naik pada bulan-bulan menjelang pemilu dan dapat terus berlanjut jika hasil pemilu diperdebatkan atau menyebabkan pergeseran kebijakan yang signifikan. Namun, Kar Yong Ang, seorang analis Octa, mencatat:
“Jika kita melihat gambaran yang lebih besar, kita melihat bahwa harga emas secara umum cenderung meningkat dalam jangka panjang dan sikap ideologis seorang Presiden AS yang sedang menjabat memiliki dampak yang sangat kecil atau bahkan tidak berdampak pada kinerjanya”. Memang, nilai emas naik hampir dua kali lipat selama masa jabatan pertama Presiden Obama, namun mengalami penurunan 30% selama masa jabatan keduanya.
Menurut sebuah studi oleh World Gold Council (WGC), emas biasanya berkinerja sedikit lebih baik dalam enam bulan menjelang pemilihan presiden dari Partai Republik dan tetap datar setelahnya. Di sisi lain, emas cenderung berkinerja buruk sebelum pemilihan presiden dari Partai Demokrat dan berkinerja sedikit di bawah rata-rata jangka panjangnya dalam periode enam bulan setelah pemilihan. Namun, WGC mengakui bahwa hasil ini secara statistik tidak signifikan dan bahwa emas tidak merespons afiliasi partai dari Presiden terpilih, namun lebih kepada efek yang diharapkan dari kebijakan-kebijakan tertentu.
Hashtag: #OctaThe issuer is solely responsible for the content of this announcement.
from Media OutReach Newswire- Press Releases https://ift.tt/ls8Dito