Sejumlah pihak, terutama dari kalangan masyarakat Minang sendiri, mempertanyakan netralitas IKMR yang dinilai seharusnya tidak memihak dalam kontestasi politik meskipun tidak tertuang di Ad/ART.
Deklarasi tersebut dianggap berpotensi mengkotak-kotakkan masyarakat Minang yang berada di Kota Dumai.
Salah satu Anak Asli Minang berbapakkan Suku Chaniago dan Bermamakkan Suku Guci yang mengkritik keras rencana deklarasi ini adalah Edo Yulihendri.
Edo menilai, langkah yang diambil IKMR akan berdampak buruk terhadap persatuan dan kesatuan masyarakat Minang di kota ini.
“Sebagai induk dari ikatan keluarga Minang, harusnya IKMR netral dan tak terpancing dengan situasi politik sekarang. Dengan akan dideklarasikannya dukungan terhadap salah satu Paslon, Ninik mamak serta pengurus yang ada di IKMR terlihat dengan sengaja akan mengkotak-kotakkan masyarakat Minang,” kata Edo dengan tegas.
Menurut Edo, sebagai wadah komunitas adat dan budaya, IKMR seharusnya lebih mengutamakan nilai persaudaraan dan netralitas, terutama dalam situasi politik yang kian memanas jelang pemilihan umum.
Ia merasa bahwa IKMR seharusnya mampu merangkul seluruh elemen masyarakat tanpa pandang bulu, tanpa mengarah pada kubu politik tertentu.
“Keberpihakan organisasi budaya dan suku dalam politik ini sangat disayangkan. Sebab, IKMR semestinya menjadi perekat, bukan justru membelah masyarakat,” lanjutnya.
Lebih lanjut, Edo menjelaskan bahwa masyarakat Minang yang tinggal di Kota Dumai memiliki hak untuk menentukan pilihan politiknya masing-masing tanpa ada intervensi dari organisasi mana pun.
"Pada pesta politik tahun ini, harusnya IKMR tahu bahwa setiap orang Minang yang ada di Kota Dumai mempunyai hak untuk menentukan pilihannya dan jangan ada intervensi itu," tambah Edo.
Ia juga mengingatkan agar organisasi seperti IKMR tidak kehilangan jati diri mereka sebagai lembaga yang mewakili seluruh orang Minang, tanpa ada kepentingan politik tertentu.
Selain Edo, beberapa pihak lain dari kalangan masyarakat Minang di Dumai juga menyuarakan hal yang serupa. Mereka mengkhawatirkan bahwa langkah IKMR ini dapat memicu perpecahan di antara anggota masyarakat yang sebelumnya kompak dan harmonis.
“IKMR adalah rumah bagi kita semua, rumah yang seharusnya tetap berdiri untuk semua orang Minang, tanpa melihat perbedaan politik,” tambah Edo.
Isu ini pun memunculkan reaksi keras dari sejumlah tokoh adat dan budaya Minang lainnya. Mereka berharap agar IKMR meninjau kembali rencana deklarasi tersebut demi menjaga keutuhan masyarakat Minang di Kota Dumai.
Menurut mereka, jika IKMR tetap pada keputusannya, maka bukan tidak mungkin kepercayaan masyarakat terhadap organisasi itu akan menurun.
Mereka berharap, sebelum deklarasi resmi dilaksanakan, IKMR bisa membuka ruang dialog dengan masyarakat untuk mendengarkan aspirasi dan pendapat yang berbeda.
“Bukan soal dukung-mendukung, tapi ini soal menjaga persatuan kita sebagai masyarakat Minang,” ucap Edo lagi.
Dalam situasi politik yang semakin kompleks di Dumai, masyarakat Minang berharap agar IKMR tetap pada fungsinya sebagai wadah kebudayaan yang netral, dan menjadi pelindung kepentingan seluruh masyarakat Minang tanpa memandang perbedaan pilihan politik.