Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Riau, Fuad Santoso, SH., MH., angkat bicara dan mendesak kedua pemimpin daerah itu untuk segera duduk bersama menyelesaikan perbedaan. Jika tidak, ia khawatir rakyat Riau akan menjadi korban utama dari kisruh ini.
“Jangan sampai masyarakat yang menanggung akibatnya,” tegas Fuad, Sabtu (23/3/2025).
Menurutnya, polemik ini juga berdampak buruk pada citra Riau di mata investor. Jika para pemimpin daerah justru sibuk berdebat soal angka defisit yang berbeda, siapa yang mau menanamkan modal di Riau?
“Riau ini memiliki potensi besar, tetapi jika pemimpinnya justru ribut soal angka yang berbeda-beda, siapa yang mau berinvestasi? Jangan sampai masyarakat yang menanggung akibatnya,” tegasnya.
Perbedaan pernyataan yang mencolok antara Gubernur dan Wakil Gubernur menambah kekacauan. Dalam rapat Forum Konsultasi Publik RPJMD pada 12 Maret 2025, Gubernur Abdul Wahid menyebutkan bahwa tunda bayar Pemprov Riau mencapai Rp2,2 triliun. Wahid bahkan mengaku sangat terkejut dengan angka tersebut dan menganggap kondisi ini belum pernah terjadi sebelumnya.
“Saya belum pernah menemukan ada tunda bayar Rp2,2 triliun. Paling ada Rp200 miliar, Rp250 miliar. Ini membuat kepala saya pusing tujuh keliling, mencari duitnya dari mana ini,” kata Wahid kala itu.
Sebagai langkah darurat, Wahid bahkan mengaku siap mengambil langkah kontroversial seperti memotong tunjangan ASN jika itu menjadi satu-satunya cara untuk menutupi defisit tersebut.
Namun, pernyataan itu kemudian dibantah oleh Wakil Gubernur Riau, SF Hariyanto. Ia menyebut bahwa informasi mengenai defisit Rp2,2 triliun tidak benar. Menurutnya, defisit anggaran yang sesungguhnya hanya sebesar Rp132 miliar.
“Seperti soal defisit anggaran yang katanya Rp2,2 triliun, itu data dari mana? Itu sangat tidak benar. Yang benar itu defisit kita hanya Rp132 miliar. Saya punya datanya,” tegas Hariyanto.
Menurutnya, defisit ini terjadi karena realisasi pendapatan tahun sebelumnya hanya mencapai Rp9,4 triliun dari target Rp11 triliun. Faktor lain yang turut memperburuk kondisi adalah kegagalan mencapai target participating interest (PI) dari sektor migas yang hanya terealisasi sekitar Rp200 miliar dari target Rp736 miliar.
“Kami sudah melakukan efisiensi besar-besaran sesuai Inpres Nomor 1 Tahun 2025, dan berhasil menghemat hampir Rp800 miliar. Artinya, uang kita ada kok,” tambah Hariyanto.
Ketidakjelasan ini membuat masyarakat Riau bingung dan geram. Komite Nasional Pemuda Indonesia menilai polemik ini hanya memperlihatkan ego politik dua pemimpin daerah yang enggan mengakui kesalahan masing-masing. Publik pun mempertanyakan komitmen pemerintah daerah dalam menjaga stabilitas dan mengutamakan kepentingan rakyat.
“Pemimpin seharusnya mencari solusi, bukan justru saling menyalahkan dan memperkeruh suasana. Jika masalah ini tidak segera selesai, maka kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah akan runtuh,” ujar Fuad mengakhiri.